Nusantarasatu.id – Para calon pemimpin bangsa, dididik oleh DPP PDI Perjuangan lewat Pendidikan Kader Nasional (PKN) DPP PDI Perjuangan di Gedung Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (15/11/2021). ” Sekarang momentum bagi kami untuk terus meningkatkan kualitas kepemimpinan kader-kader partai agar ideologis dan memiliki kemampuan teknokratis, agar mumpuni, mempunyai kepekaan terhadap lingkungan, punya tanggung jawab terhadap sosial, dan sekaligus mempunyai energi pergerakan dalam membangun ‘political network’. ” terang Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto ketika membuka acara tersebut.
Bangun Kesadaran Kader Untuk Memahami Dinamika di Akar Rumput
Hasto menilai, jika PDIP juga membangun kesadaran kader untuk terus bergerak ke bawah dan memahami keseluruhan dinamika kehidupan di akar rumput serta mencari solusi lewat kepeloporan kader Partai. ” Berbagai kesadaran ini harus dibangun selama kaderisasi. Syaratnya adalah kedisiplinan dari peserta. ” ujar Hasto dalam siaran persnya.
Lebih jauh dirinya menjelaskan, banyak hal yang akan diajarkan di kegiatan PKN ini. Arahnya adalah proses kaderisasi yang harus membangun seluruh aspek kepemimpinan, baik yang ditugaskan di partai, di lembaga eksekutif, legislatif, maupun di lembaga sosial kemasyarakatan. Iapun menyampaikan pesan dari Ketua UMUM PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, bahwa kader itu merupakan bingkai yang membuat partai ini kokoh dan solid bergerak.
Di dalam PKN sambung Hasto, peserta akan belajar dan ditanamkan sikap tentang pentingnya disiplin, pentingya pemahaman terhadap sistem dan teori politik, sejarah perjuangan bangsa, potensi ancaman yang dihadapi bangsa ke depan. ” Itu menjadi sejumlah materi yang akan disampaikan di PKN, selain hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan Partai berdasarkan Trisakti Bung Karno. ” ungkapnya.
Selama Orde Baru, PDI Hanya Jadi Ornamen Demokrasi
Dan kepada 77 peserta PKN yang merupakan perwakilan dari 34 pengurus DPD PDIP setingkat provinsi, Sekjen PDI P Hasto Krisyanto sempat menguraikan tentang sejarah perjuangan PDI yang kemudian berubah menjadi PDIP. Selama 32 tahun Orde Baru tuturnya, PDI hanya menjadi ornamen demokrasi. ” Itu sering sekali disebut oleh almarhum Bapak Sutjipto Sekjen PDI pada 2000 dan 2005. Sebagai ornamen demokrasi tentu saja kita tidak diberikan ruang sebagai partai politik yang menjalankan fungsi rekrutmen politik. Kaderisasi apalagi. tidak boleh saat itu. Selama 32 tahun, hanya satu kali kaderisasi di tingkat nasional. Itulah ketika kita menjadi ornamen demokrasi. Tidak pernah ada kaderisasi, yang ada di dalam sejarah partai bagaimana kita diintervensi oleh kekuasaan. ” ucap Hasto.
Dan bukan itu saja lanjutnya, dalam setiap kongres partai selalu ada intervensi dari kekuasaan. Namun hebatnya, di tengah-tengah intervensi kekuasaan itu, muncul kesadaran saat itu dari tokoh-tokoh senior PDI yang menegaskan pentingnya konsolidasi ideologi. Sementara perlawanan yang dilakukan, adalah perlawanan terhadap nilai yang dikeramatkan Soeharto yakni keharmonian dan stabilitas politik.
” Kami tak mampu melawan kekuasaan yang sangat otoriter itu, maka yang kami lawan nilai-nilai keharmonian yang dikeramatkan oleh Pak Harto. Terbukti atas intervensi yang dilakukan, Presiden, para menteri di bidang politik, Panglima ABRI hingga struktur pemerintahan yang paling bawah tidak mampu meredam konflik yang berasal dari intervensi kekuasaan mereka sendiri. ” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama Hasto Mengisahkan, bahwa PDIP mempunyai sejarah yang panjang. Dan dalam sejarah tersebut, modal PDIP yaitu persatuan dengan rakyat. ” Jadi kaderisasi ini baru berhasil apabila seluruh peserta memiliki daya juang untuk menyatu dengan rakyat. ” kata Hasto Kristiyanto.