Menko PMK: Indeks Pembangunan Manusia di 2021 Meningkat

Nur Afni

Nusantarasatu.id – Disebutkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, bahwa peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia pada tahun 2021 merambah pada seluruh dimensi kehidupan. ” Tahun 2021, IPM Indonesia mencapai 72,29 atau meningkat 0,35 poin (0,49 persen) dibandingkan capaian tahun 2020 (71,94). Peningkatan IPM 2021 terjadi pada semua dimensi, baik umur panjang maupun hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak. ” tuturnya dalam acara Taklimat Bidang PMK ‘#SDM Unggul, Indonesia Maju’ yang diikuti dari YouTube Kemenko PMK di Jakarta.

Iapun menjelaskan, jika IPM adalah salah satu tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam bidang PMK, disamping angka kemiskinan dan ketimpangan sosial. Sedangkan kondisi kemiskinan dan ketimpangan nasional di tahun 2021 terang Muhadjir Effendy, masih mengalami perkembangan yang negatif. Tingkat kemiskinan Indonesia pada periode Maret 2021 sebesar 10,14 persen atau naik dibandingkan periode Maret 2020 sebesar 9,78 persen.

Rasio Ketimpangan Sosial Maret 2021 Sebesar 0,384 Persen

Begitu pula dengan rasio ketimpangan sosial, yang diukur pada periode Maret 2021 sebesar 0,384 atau semakin melebar jika dibandingkan periode bulan Maret 2020 sebesar 0,381. “ Jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan dan ketimpangan pada periode September 2020, kondisinya mengalami perkembangan yang positif dengan tingkat kemiskinan mencapai 10,19 persen dan ketimpangan mencapai 0,385. “ imbuhnya.

Lebih lanjut Menteri PMK menuturkan, bila pihaknya menerapkan strategi melalui konsep Siklus PMK 2020-2025 dalam rangka memaksimalkan capaian IPM, kemiskinan, dan ketimpangan yang telah ditetapkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dirinya menilai, konsep Siklus PMK tidak hanya dilakukan oleh Kemenko PMK saja, namun turut melibatkan banyak pemangku kepentingan. Diantaranya yaitu, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia pendidikan, dunia usaha, dan keterlibatan masyarakat.

Dikatakan, saat ini Kemenko PMK telah melakukan inventarisasi sejumlah indikator yang berkontribusi bagi pencapaian setiap fase siklus PMK. Kurang lebih, terdapat 150 indikator bidang PMK yang diperoleh dari RPJMN 2020-2024, laporan kinerja kementerian/lembaga 2020, mitra koordinasi Kemenko PMK, maupun sumber lain seperti data Badan Pusat Statistik (BPS). Muhandjir menyatakan, ada enam fase Siklus PMK. Yang pertama, fase prenatal dan ASI atau disebut juga 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan balita. Dimana dalam fase ini, yang menjadi perhatian pemerintah adalah memastikan kecukupan gizi dan pola asuh bayi, batita, dan balita untuk mencegah gagal tumbuh (stunting).

Fase Ketiga, Fase Investasi Sekolah Lewat Wajib Belajar 12 Tahun

Kedua, fase usia dini anak. Pemerintah telah menginisiasi program Pendidikan Anak Usia Dini- Holistik Integratif (PAUD-HI), yang memaksimalkan kemampuan kognitif anak (stimulasi psikologis, pola asuh yang tepat, pemberian makan yang tepat) termasuk pembiasaan pada nilai-nilai karakter yang baik. “ Fase ketiga ini kita namakan Wajib Belajar atau fase investasi sekolah melalui wajib belajar 12 tahun dan penguatan pendidikan karakter. Namun, kita tahu pencapaian wajib belajar 12 tahun ini masih terkendala dengan belum maksimalnya capaian Angka Partisipasi Kasar (APK) seperti yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024, dimana APK SMP/sederajat menjadi 95,43 persen tahun 2024 dan APK SMA 84,02 persen. ” imbuhnya.

Sedangkan fase keempat lanjutnya, yaitu fase perguruan tinggi, yang menargetkan peningkatan produktivitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM). Menurutnya, ini sangat dibutuhkan agar Indonesia siap menghadapi bonus demografi yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2030 mendatang. Untuk mencapai target itu kata Muhadjir, berbagai strategi telah dilakukan oleh pemerintah. Diantaranya adalah, meningkatkan angka partisipasi pendidikan tinggi, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan tinggi, menguatkan mutu dosen dan tenaga kependidikan, serta meningkatkan sinergi antara perguruan tinggi dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI).

Untuk fase yang kelima, ialah fase produktif. Yakni fase manusia memasuki dunia kerja, dan membangun keluarga berkualitas. Masalahnya, saat ini masih banyak tantangan yang dihadapi, seperti minimnya serapan tenaga kerja akibat menuntut kompetensi yang tinggi, termasuk kemampuan berbahasa Inggris dan penguasaan IT. “ Pada fase ini, pemerintah juga memiliki pekerjaan rumah (PR) besar, yaitu menyiapkan generasi selanjutnya dalam membangun keluarga. Oleh karena itu, kita sudah mulai melakukan terobosan melalui pembekalan bagi calon pengantin (catin) lewat program bimbingan pranikah. Harapannya, upaya itu juga akan berdampak pada berkurangnya angka bayi berat lahir rendah (BBLR) yang berisiko stunting. ” tegas Menko PMK.

Sementara untuk fase yang keenam jelas Muhadjir Effendy, adalah fase lansia. Diharapkan, pada fase ini bisa diwujudkan lansia yang sehat, mandiri, aktif, dan bermartabat. Pola hidup sehat secara teratur sebagaimana anjuran pada program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).

Leave a Comment