Dukung Kebijakan Menkeu, Banggar DPR RI Akan Kawal APBN 2022

Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah akan terus kawal APBN 2022 seiring kebijakan Menteri Keuangan untuk mendisiplinkan pengelolaannya

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah

Nusantarasatu.id – Disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, jika pihaknya akan terus kawal APBN 2022 seiring kebijakan Menteri Keuangan untuk mendisiplinkan pengelolaannya. Ia berpendapat, kedisiplinan diperlukan agar APBN tidak keluar jalur, sehingga fiskal tetap terkendali dan selalu berpegang kepada prinsip prudensial dalam penggunaannya. ” Namun saya tetap mengharapkan ada transformasi kebijakan yang terus dijalankan ke depan. Sebab masih terdapat kelemahan kelemahan fundamental dalam postur pendapatan negara kita. “ terang Said dalam siaran pers, Kamis (23/12/2021).

Lebih jauh dirinya mengapresiasi kinerja pemerintah atas pencapaian pendapatan negara yang terus mengalami peningkatan di tengah kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu akibat dampak pandemi Covid-19 di sejumlah negara yang masih tinggi. Sampai dengan bulan November 2021 atau kurang sebulan tutup buku, pendapatan negara telah mencapai angka Rp1.699,4 triliun atau 97,5 persen dari target pendapatan negara pada APBN 2021 sebesar RP 1.743,6 triliun. ” Banggar DPR RI terus memberikan dukungan kepada pemerintah, khususnya kepada Menteri Keuangan (Menkeu) yang secara disiplin mengawal dan mengelola APBN kita. ” tuturnya.

Adapun penopang utama pendapatan negara dari Januari hingga November 2021, yaitu naiknya sejumlah harga komoditas dunia yang menjadi tumpuan ekspor selama ini. Misalnya, PPh Migas yang naik hingga 57,7 persen dari tahun lalu, termasuk sumbangannya ke PPN yang juga naik 19,8 persen secara tahunan. Dampaknya, penerimaan perpajakan realisasinya lebih baik bila dibandingkan tahun lalu. Hingga November tahun 2021, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.082,6 triliun, atau tumbuh 17 persen dari bulan November 2020 lalu.

Kawal APBN 2022 dan Realisasi PNBP Capai 128,3 Persen dari Target APBN 2021

Naiknya harga komoditas tersebut sambung Said, juga memberikan kontribusi positif terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sampai bulan November 2021, realisasi PNBP mencapai Rp382,5 triliun atau 128,3 persen dari target APBN 2021. ” Sumbangan PNBP ini didapat dari naiknya harga migas, batubara, serta minyak kelapa sawit, dan mineral. ” jelasnya.

Sedangkan sektor lain yang selalu menjadi langganan untuk menopang pendapatan negara adalah penerimaan bea dan cukai. Target penerimaan bea dan cukai pada APBN 2021 yaitu sebesar Rp214,96 triliun. Realisasi penerimaan bea dan cukai hingga bulan November 2021, tercatat mencapai angka Rp 232,25 triliun, atau naik 26,58 persen dari November tahun lalu. ” Kenaikan di sisi kepabeanan karena mulai bangkitnya kegiatan ekspor dan impor, terutama ekspor komoditas, dan sektor cukai industri hasil tembakau. ” ujarnya.

Iapun merekomendasikan sejumlah kebijakan penting yang harus dilakukan oleh pemerintah pada tahun depan. Diantaranya yang pertama, membenahi sistem penerimaan perpajakan nasional. Setidaknya ada dua peluang sumber penerimaan baru pada tahun 2022, yakni diberlakukannya pajak karbon dan pengampunan pajak dari 1 Januari – 30 Juni 2022.

Tingginya produksi dan konsumsi terhadap barang mengandung karbon lanjut Said, jelas akan memberikan kontribusi terhadap penerimaan perpajakan dari karbon, sepanjang pemerintah segera menyelesaikan aturan teknis pelaksanaannya. ” Terkait pengampunan pajak jilid 2 di tahun 2022, saya memperkirakan dapat memberi kontribusi tambahan penerimaan perpajakan Rp. 110-120 triliun dengan catatan kesiapan segala hal dari Ditjen Pajak, seperti aturen implementasinya, dukungan sumber daya manusia, sistem teknologi informasi, dan kepatuhan wajib pajak. ” ucap Said.

Diberlakukannya Pajak Karbon, Berpotensi Koreksi Pos Perpajakan Lain

Sedangkan yang kedua, pemberlakukan pajak karbon berpotensi mengoreksi pos perpajakan lainnya, seperti PPh dan PPN migas dan batubara. Menyusutnya pos perpajakan ini, tentu saja harus mampu digantikan dengan meningkatnya sektor manufaktur dan hilirisasi sektor olahan non migas lainnya. Termasuk pula penyempurnaan pengenaan pajak dan PNBP pada sektor telekomunikasi dan e-commerce yang terus mengalami pertumbuhan tinggi.

Untuk yang ketiga kata Said, harus disadari industri migas akan segera menjadi ‘sunset industry’, investasi pemerintah. Untuk itu, BUMN dan swasta harus mendorong tumbuhnya energi baru dan terbarukan sebagai arah industri ke depan. Guna mendorong pertumbuhan energi baru dan terbarukan, wajib kiranya pemerintah memberikan berbagai insentif pajak. ” Sebagai gantinya dan mendorong pelaku usaha melakukan transformasi usaha, perlu kiranya pemerintah menimbang kenaikan royalti batubara. Royalti batubara saat ini masih rendah yakni 3-7 persen tergantung kandungan kalorinya. ” imbuhnya.

Sementara yang keempat, penerimaan cukai selama ini didominasi oleh cukai industri hasil tembakau. Disisi lain, masih banyak sekali barang kena cukai lainnya yang bisa digali. Jika tingkat kesadaran rakyat akan hidup sehat makin tinggi, maka seiring dengan makin restriktifnya penjualan rokok, cukai industri hasil tembakau pada akhirnya juga akan menjadi ‘sunset industry’ pula. Untuk itu, akan lebih baik jika mulai tahun depan pemerintah melakukan penggalian (ekstensifikasi) cukai.

Ditjen Bea dan Cukai juga sudah membuat estimasi, jika cukai plastik dan minuman bergula dalam kemasan diberlakukan, setidaknya ada tambahan penerimaan cukai minimal Rp13,52 triliun per tahun. ” Jika tahun kemarin dan tahun ini kondisi pelaku usaha sedang sulit akibat pandemi, saya kira tahun depan sudah waktunya pengenaan cukai terhadap dua jenis barang tersebut. ” Kata Said Abdullah.

Masih Banyak Tantangan Yang Harus Dibenahi di Sektor Perpajakan

Yang kelima, pada tahun 2019, Wajib Pajak (WP) terdaftar sebanyak 41,99 juta, dan yang wajib SPT sebanyak 18,3 juta, lalu yang realisasi SPT sebanyak 13,39 juta. Walaupun dari tahun ke tahun terdapat peningkatan jumlah WP, WP wajib SPT dan realisasi SPT, namun masih telihat banyak tantangan yang harus dibenahi sektor perpajakan nasional. Sejalan dengan kebijakan integrasi NIK sebagai NPWP, harusnya WP meningkat drastis. Dari modal peningkatan WP, perlu kiranya fiskus penataan data WP.

Berdasarkan basis data yang disempurnakan tersebut, fiskus bisa jemput bola. Meski sistem perpajakan self reported, artinya bergantung kepatuhan WP, namun tetap perlu ditimbangkan agar fiskus melakukan pemberitahuan terhadap WP yang kena pajak. Menurut Said, banyak kanal informasi yang dapat digunakan untuk menyampaikannya, salah satunya nomor handphone. Itulah perlunya integrasi data dengan Kominfo. Syarat telah melaporkan SPT bisa diintegrasikan dengan syarat pelayanan publik lainya seperti; pendaftaran sekolah anak, perpanjangan SIM/STNK, dan lain-lain.

Kemudian yang keenam, transformasi penerimaan pajak harus didorong agar bertumpu pada PPh orang pribadi. Karena jika masih bertumpu pada PPh badan tuturnya, sangat berisiko terhadap kondisi ekonomi domestik dan global. ” Artinya jika penerimaan perpajakan masih bertumpu pada PPh badan yang tahun 2019 hanya berjumlah 3,3 juta usaha, dan yang wajib SPT sebanyak 1,47 juta namun realisasi SPT hanya 963 ribu, maka risikonya akan lebih besar. ” pungkasnya.

1 Komen
  1. […] terobosan besar bagi upaya membangun kemudahan berusaha di Jatim. Yaitu, dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 69 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Sedikitnya, ada 14 Pergub yang sebelumnya mengatur perizinan di berbagai sektor sudah dinyatakan […]

Tinggalkan Balasan

Email Anda tidak akan dishare ke siapapun

Website ini menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalan Anda. Kami berharap Anda setuju dengan hal ini, namun Anda dapat memilih untuk tidak setuju. Setuju Baca lebih lanjut

Anda Segang offline