Nusantarasatu.id – Komisi Yudisial (KY) menengaskan, jika pihaknya akan mengawasi setiap proses persidangan kasus dugaan mafia tanah di Indonesia termasuk peradilan sengketa kepemilikan tanah antara PT Salve Veritate (Benny Simon Tabalujan) dengan Abdul Halim di kawasan Cakung, Jakarta Timur. ” Prinsipnya untuk semua kasus. Artinya, KY mengawasi seluruh proses peradilan soal pertanahan ini sesuai dengan komitmen pemerintah memberantas mafia tanah. ” ujar Juru Bicara KY, Miko Susanto Ginting kepada wartawan di Jakarta.
KY Bekerja Sesuai Tugas dan Kewenangan Untuk Jaga Kode Etik Hakim
Oleh sebab itu KY memastikan, akan bekerja sesuai tugas dan kewenangannya dalam menjaga kode etik serta pedoman perilaku hakim dalam menangani kasus-kasus tersebut. Kedepannya, KY akan memantau setiap persidangan kasus dugaan mafia tanah, serta mengamati putusan perkara. Adapun tujuannya sambung Miko, yakni untuk menjaga kemandirian hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
Sementara itu pada kesempatan berbeda, Dekan Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara (Untar) Prof Amad Sudiro mengingatkan, bila lembaga peradilan dalam hal ini hakim dan panitera, termasuk pihak yang memiliki potensi terlibat dalam mafia peradilan. Oleh sebab itu sambungnya, KY harus secara aktif memantau persidangan kasus-kasus pertanahan. Ia mencermati, mafia tanah secara terstruktur dan sistematis melakukan berbagai akrobat guna menguasai hak atas tanah dengan berbagai modus. Misalnya pemalsuan dokumen, mencari legalitas di pengadilan, pendudukan ilegal/tanpa hak (wilde occupatie), hingga rekayasa perkara.
Bukan itu saja, termasuk pula kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas, kejahatan korporasi, misalnya penggelapan dan penipuan, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, serta hilangnya warkat tanah. ” Jangan sampai mafia tanah bekerja sama dengan oknum pengadilan untuk merampas hak-hak atas tanah yang bukan menjadi miliknya dengan menggunakan instrumen hukum putusan pengadilan. ” ungkapnya.
Modus Operandi Tersistem Yaitu ‘Menciptakan’ Legalitas Formal
Pendapat senada juga disebutkan oleh Dekan Universitas Islam Riau, M Musa. Ia mengingatkan, modus operandi dan rekayasa yang tersistem dari para oknum yakni ‘menciptakan’ legalitas formal kepemilikan. ” Ini menjadi persoalan mendasar terhadap kesejatian hak-hak tanah dari rakyat menjadi terabaikan. ” tuturnya.
Oleh sebab itu, Komisi Yudisial dituntut jeli dalam menilai secara integral suatu persoalan kasus pertanahan yang diadili. Karena, jangan sampai KY hanya menilai realitas sikap prosedural dan perilaku formal hakim dalam proses menegakkan hukum. Akan tetapi menurutnya, KY juga harus lebih cerdas memahami kausalitas persoalan yang disidangkan sehingga keterselubungan permainan dalam mengadili kasus tanah bisa terungkap.
Sementara itu, Pakar Hukum dari Universitas Al-Azhar, Supardi Ahmad menerangkan, Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil seharusnya tidak bisa mengeluarkan kebijakan apa pun yang menetapkan kepemilikan tanah pada saat ada pihak yang bersengketa atas tanah tersebut. ” Pada dasarnya, jika tanah dalam sengketa maka dalam keadaan status quo. Artinya, tidak ada perbuatan hukum baru. ” jelas Suparji.