Untuk jaga kelestarian ikan endemik lokal di provinsi Jambi, seperti ikan semah dan ikan belido, dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Jambi melalui skema lubuk larangan yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota di daerah tersebut. ” Lubuk larangan merupakan salah satu cara untuk menjaga keberlangsungan sungai serta ikan endemik lokal. ” ucap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi Jambi Tema Wisman di Jambi.
Sebagai informasi, lubuk larangan (atau lubuak larangan dalam bahasa setempat) merupakan sungai atau danau yang ada di desa-desa di Provinsi Jambi. Dimana ikan-ikan yang ada di lubuak tersebut tidak boleh di ambil dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan untuk memanen ikan di lubuak itu, dilaksanakan atas dasar kesepakatan oleh warga masyarakat setempat. Ada yang dilakukan panen setahun sekali, atau bahkan dua kali panen dalam waktu satu tahun.
Ada 367 Lubuk Larangan di Jambi Untuk Jaga Kelestarian Ikan Endemik
Kemudian, pada saat yang telah di tentukan oleh warga masyarakat di sekitar lubuak, untuk pengambilan ikan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap ikan tradisional, yang tidak merusak lingkungan. Hingga saat ini, sudah terdapat 367 lubuak yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jambi.

Pada kesempatan yang sama iapun mengungkapkan, bahwa terbentuknya lubuak tersebut atas dasar kesepakatan oleh warga masyarakat setempat. Dalam kesepakatannya, di tentukan berapa panjang dan lebar lubuak serta zona inti darinya. Selanjutnya, pada keputusan adat masyarakat setempat, panen ikan di lubuak ini diperuntukan bagi kepentingan warga masyarakat, seperti untuk pembangunan mesjid dan untuk kepentingan lainnya. Sehingga, keberadaan lubuak itu sangat bermanfaat untuk kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan sungai.
” Lubuk larangan anti penambangan emas ilegal, sehingga tidak ada aktifitas PETI di lubuk larangan. ” ujar Tema Wisman.
Apa Itu Lubuk Larangan
Lubuk Larangan adalah upaya pemanfaatan alam sebagai tempat berkembang-biak ikan dan ekosistem air lainnya, serta daerah dimaksud ditetapkan sebagai area terlarang untuk diambil hasilnya dalam periode waktu tertentu baik dengan cara apapun apalagi dengan cara eksploitasi yang dapat merusak lingkungan.
Sebagai contoh, kawasan ini menjadi salah satu kearifan lokal masyarakat di kawasan suaka margasatwa Rimbang Baling. Kawasannya ditetapkan berdasarkan kesepakatan masyarakat yang hidup di sepanjang sungai Subayang. Ketergantungan masyarakat Subayang terhadap sungai Subayang membuat masyarakat senantiasa menjaga dan melestarikan kawasan sungai. Penetapan kawasan lubuak didasarkan oleh kesepakatan masyarakat dan tertuang dalam aturan adat serta hukum adat yang berlaku untuk komunitas adat Rantau Kampar Kiri.
Kawasan ini memiliki kedalaman 3-4 meter yang merupakan tempat hidup dan berkembangbiaknya ikan-ikan besar (masyarakat lokal menyebut bangkagh atau sarang ikan) seperti ikan Tapa, Geso, Belida dan lainnya. Kawasan lubuk larangan ditandai dengan tali yang melintang di atas sungai.