Menkeu RI: Penerapan Nilai Ekonomi Karbon Perlu MRV Akuntabel

Penerapan nilai ekonomi karbon memerlukan pakar teknik lingkungan, finance untuk membentuk sertifikat CO2 yang bisa diperjualbelikan, memahami mekanisme pasar

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani

Nusantarasatu.id – Penerapan nilai ekonomi karbon kata Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, membutuhkan sistem MRV (Measurment, Reporting, Verification) atau pengukuran, pelaporan dan verifikasi yang akuntabel. “ Yang paling penting, ketika bicara CO2 bagaimana memonitor, reporting, dan evaluasi. Siapa yang tahu bahwa produksi CO2 dari PLTU bisa dihitung dari cerobongnya, bagaimana reporting, bukti dan valuasinya, ini yang penting. ” terang Menkeu Sri Mulyani saat menjadi pembicara pada Kuliah Umum Mahasiswa Youth Camp for Future Leader on Environment secara daring.

Sistem MRV Sangat Penting dan Butuh Orang Yang Ahli Dibidangnya

Adapun penerapan nilai ekonomi karbon sambungnya, memerlukan berbagai pakar di bidang teknik lingkungan, finance, kemudian pakar yang membentuk sertifikat CO2 yang bisa diperjualbelikan, memahami mekanisme pasar hingga regulasinya. “ Makanya sistem MRV menjadi sangat penting dan butuh orang-orang yang ahli di bidangnya, inilah yang menjadi tantangan. ” ucap Sri Mulyani.

Bukan itu saja, iapun menyatakan, bahwa waktu dan momentum yang tepat dalam menerapkan carbon pricing turut menjadi tantangan dalam penerapan nilai ekonomi karbon. Hal ini dikarenakan adanya upaya guna meminimalisasi distorsi ekonomi pasca pandemi Covid-19. Disamping juga penentuan desain dan mekanisme perdagangan karbon serta pengenaan pajak karbon yang sinergis dan kompatibel dengan struktur ekonomi Indonesia demi mewujudkan transisi yang adil dan terjangkau.

Mahasiswa Diminta Tingkatkan Semangat Selamatkan Dunia

Untuk itu, Menkeu Sri Mulyani meminta supaya para mahasiswa terus meningkatkan semangat untuk menyelamatkan dunia. Akan tetapi harus diiringi dengan kompetensi dan kemampuan untuk mengatasi hal-hal yang terkait perubahan iklim. “ Semangat saja tidak akan mencapai tujuan harus dibutuhkan kompetensi dan kemampuan Anda secara teknis menguasai hal-hal yang berhubungan dengan climate change. ” imbuhnya

Sedangkan penerapan nilai ekonomi karbon atau disebut juga carbon pricing kata Sri Mulyani, merupakan satu dari empat kebijakan inovatif terkini yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menghadapi tantangan perubahan iklim. Disamping carbon pricing, pemerintah juga telah membentuk Climate Change Fiscal Framework (CCFF) yang merupakan kerangka untuk memformulasikan kebijakan fiskal dan strategi memobilisasi dana diluar APBN. Selain itu, ada pula kebijakan Energy Transition Mechanism (ETM) yang berisikan transisi energi Indonesia dari PLTU batubara menuju carbon neutral 2060. Sementara kebijakan lainnya yaitu pooling fund bencana guna menanggulangi dampak tingginya risiko bencana di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Email Anda tidak akan dishare ke siapapun

Website ini menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalan Anda. Kami berharap Anda setuju dengan hal ini, namun Anda dapat memilih untuk tidak setuju. Setuju Baca lebih lanjut

Anda Segang offline