Nusantarasatu.id – Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengungkapkan bahwa Indonesia tegas memiliki komitmen pembangunan berkelanjutan melalui penanganan perubahan iklim dalam rangkaian Dubai Expo 2020. ” Masalah perubahan iklim merupakan bahaya yang jelas dan nyata. Oleh karena itu, pengurangan emisi gas rumah kaca. Target untuk menjaga peningkatan temperatur global di bawah 1,5-2 derajat celcius harus menjadi perhatian bersama. ” tutur Febrio dalam keterangan resminya di Jakarta.
Menurutnya, peran APBN sebagai instrumen fiskal penting baik dari sisi belanja, fasilitas perpajakan, maupun pembiayaan. Adapun kebijakan harga karbon, salah satunya pajak dan pasar karbon. Ini juga segera diimplementasikan guna mendorong lebih banyak pihak terlibat dalam penanggulangan perubahan iklim di Indonesia.
Lebih jauh dirinya menilai, Indonesia rentan terhadap perubahan iklim, disebabkan sebagai negara kepulauan dengan 17.000 pulau. Dimana sebanyak 65 persen penduduknya, tinggal di wilayah pesisir. Risiko seperti kelangkaan air, kerusakan ekosistem darat dan laut. Febrio menambahkan kelangkaan pangan dan penurunan kualitas kesehatan, terus mengancam populasi di Indonesia. ” Perubahan iklim juga dapat meningkatkan risiko terjadinya bencana hidrometrologi hingga 80 persen dari seluruh bencana di Indonesia. ” imbuhnya.
Indonesia Berkomitmen Tangani Perubahan Iklim Lewat Dokumen NDC
Sementara itu, Net Zero Emission (NZE) lanjut Febrio, dipandang sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. Hal ini akan mampu meningkatkan pendapatan per kapita hingga 2,5 kali lipat. Disamping itu, dapat memberikan PDB per tahun hingga 2 persen lebih tinggi dari Business As Usual (BAU). Tentunya, hal ini akan memberikan peluang yang baik bagi Indonesia untuk bergerak menuju pembangunan nasional yang berkelanjutan. Dengan mengutamakan transisi yang adil dan terjangkau. Pemerintah Indonesia sendiri tegasnya, telah berkomitmen untuk penanganan perubahan iklim lewat dokumen Nationally Determined Contributions (NDC). Dokumen ini menargetkan penurunan emisi pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.
Komitmen ini juga telah diperbarui melalui penyampaian Updated NDC pada tahun 2021. Terdapat didalamnya memuat strategi jangka panjang rendah karbon dan ketahanan iklim 2050. Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 menargetkan pencapaian Net Zero pada tahun 2060 atau lebih awal. Berdasarkan catatan Indonesia Second Biennial Update Report selama lima tahun terakhir, APBN telah memberikan kontribusi sekitar 23,1 persen per tahun. Angka ini adalah total kebutuhan pembiayaan untuk mitigasi perubahan iklim atau rata-rata Rp266,2 triliun per tahun. Sedangkan rata-rata alokasi anggaran perubahan iklim dalam APBN mencapai 4,1 persen per tahun.