Penyesuaian FIR Datangkan Manfaat Untuk RI

Nur Afni

Nusantarasatu Transportasi – Dikatakan oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, bahwa perjanjian kesepakatan Re-alignment Flight Information Region (FIR) atau Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan antara Indonesia dengan Singapura, telah dipersiapkan secara matang. Adapun penyesuaian FIR tersebut jelas Budi Karya, dapat memberikan manfaat yang positif bagi Indonesia. ” Kepemimpinan Indonesia di kancah internasional memiliki wibawa, sehingga sejumlah pertemuan secara bilateral dengan Singapura, maupun secara multilateral dengan negara anggota ICAO dan secara internasional, walaupun berjalan alot, tetapi akhirnya bisa memberikan hasil yang baik bagi kedua negara dan juga bagi internasional. ” ucap Budi Karya di Jakarta.

Iapun menambahkan, upaya Indonesia untuk mengakhiri status quo ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna telah dilakukan sejak tahun 1995 silam, dan dilakukan lebih gencar lagi pada tahun 2015 di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Dimana salah satu manfaat adanya kesepakatan penyesuaian FIR lanjut Menhub RI, yaitu bertambahnya luasan FIR Indonesia sebesar 249.575 km2, yang diakui secara internasional sebagai bagian dari FIR Jakarta. “ Upaya ini tidak kami lakukan sendiri, tetapi berkat upaya bersama dari berbagai kementerian lembaga terkait di antaranya Kemenkomarinvest, Kemenlu, Kemenhan, TNI, Setneg, Setkab, dan unsur terkait lainnya. Saya menaruh rasa hormat atas diplomasi internasional yang luar biasa yang sudah dilakukan. ” imbuhnya.

Penyesuaian FIR Jadi Aspek Yang Tidak Bisa Dipisahkan

Lebih jauh ia menuturkan, jika penyesuaian FIR ini merupakan aspek yang tak bisa dipisahkan antara Indonesia dan Internasional. Pengamatan secara komprehensif menjadi kunci kata Budi Karya, terutama terkait aspek teknis, keselamatan, kepatuhan internasional, dan praktik terbaik secara internasional. Lantas dirinya mencontohkan, Brunei Darussalam didelegasikan kepada FIR Malaysia, begitu juga Christmas Island di Australia didelegasikan kepada FIR Jakarta. Setidaknya terdapat 55 negara di dunia ini yang melakukan pendelegasian pengelolaan FIR kepada negara lain demi keselamatan penerbangan.

Kemudian ia turut menyampaikan, Pemerintah menerima dengan terbuka adanya perbedaan pandangan dari sejumlah kalangan yang menimbulkan pro dan kontra terkait perjanjian kesepakatan FIR. Budi menilai, ke depan Kemenhub akan membentuk tim kecil yang melibatkan sejumlah pihak baik para pakar, akademisi, praktisi, dan unsur terkait lainnya untuk melakukan diskusi konstruktif tentang FIR. “ Ini dilakukan agar ada suatu pandangan yang sama tentang FIR, dan kami bisa mendapatkan masukan yang positif untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan kedaulatan Indonesia dengan kepentingan keselamatan penerbangan yang sudah diatur dan disepakati oleh aturan internasional. ” tegasnya.

Manfaat Penyesuaian, Mendapat Pengakuan Internasional

Sementara itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanto ada sejumlah manfaat positif bagi Indonesia dengan adanya kesepakatan penyesuaian FIR. Disamping bertambahnya luasan cakupan FIR, manfaat lain di antaranya adalah, mendapatkan pengakuan internasional bahwa FIR di atas Kepri dan Natuna akan menjadi wilayah FIR Jakarta dan memiliki independensi mengatur kegiatan lalu lintas pesawat komersial maupun kenegaraan. Bukan itu saja terangnya, manfaat lainnya yaitu dapat menempatkan anggota Otoritas Pelayanan Navigasi Penerbangan/ATC sipil dan militer di ATC Singapura, dan sejumlah keuntungan lainnya yang sebelum adanya perjanjian tidak didapatkan oleh Indonesia.

Sedangkan menjawab pertanyaan dari sejumlah kalangan terkait wilayah udara yang masih didelegasikan pelayanannya kepada ATC Singapura, iapun memaparkan, hal tersebut semata-mata dilakukan demi keselamatan, agar tidak terjadi fragmentasi atau gangguan frekuensi yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan.

Walaupun didelegasikan sambungnya, akan ditempatkan petugas ATC Indonesia di ATC Singapura, sehingga Indonesia masih memiliki andil besar untuk mengatur lalu lintas khususnya untuk pesawat Indonesia. “ Dengan adanya penyesuaian ini, yang tadinya pergerakan pesawat yang melintas di atas Kepri dan Natuna tidak dikenakan biaya (charge), ke depannya bisa mendatangkan pendapatan bagi Indonesia. Hal ini bisa meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Indonesia, yang bisa digunakan untuk investasi pengembangan SDM dan peralatan navigasi penerbangan Indonesia. “ tutur Novie.

Tinggalkan komentar