Nusantara Satu Berita Politik – Adanya kontra narasi dalam menghadapi ‘pasukan siber’ (cyber troop), dipandang perlu oleh anggota Komisi I DPR RI, Sukamta. Para ‘pasukan siber’ ini lanjutnya, dinilai kerap memanipulasi persepsi publik dalam sejumlah narasi kebijakan pemerintah. ” Pasukan siber ini memanfaatkan keanoniman yang sangat dimungkinkan di internet dan susah dilacak serta divalidasi identitasnya. Apa yang disebarkan pasukan siber justru disinformasi karena itu penting peran diseminasi informasi yang benar sebagai kontranarasi. ” ucap Sukamta di Jakarta, Kamis (4/11/2021).
Kominfo Diharap Bisa Perankan Fungsinya Dengan Baik dan Transparan
Pernyataan Sukmata ini disampaikan terkait dengan penelitian LP3ES, Universitas Diponegoro, Universitas Islam Indonesia, Drone Emprit; University of Amsterdam dan KITLV Leiden yang dipublikasikan pada tahun 2021, yang menemukan bahwa pasukan siber berperan dalam memanipulasi persepsi publik dalam sejumlah narasi kebijakan pemerintah. Ia berharap, agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai humas harus bisa memerankan fungsi komunikasinya dengan baik dan transparan, harus seimbang dengan peran informatikanya.
Lebih jauh ia juga meminta, agar Kominfo bisa mengkomunikasikan kebijakan publik kepada masyarakat luas. Sehingga, jangan sampai komunikasi publik yang buruk memunculkan dugaan-dugaan di benak masyarakat. Dimana akhirnya, nanti masyarakat memiliki kesimpulan sendiri yang sering kali menjadi hoaks. ” Kehadiran pasukan siber ini memang merepotkan kita. Dia entitas yang sulit dilacak dan diketahui identitasnya, apalagi sekarang pasukan siber tidak hanya user manusia, tetapi juga bisa saja robot. ” imbuhnya.
Perlu Batasi Ruang Gerak Pasukan Siber Yang Dibarengi Imunitas Masyarakat
Dan untuk kedepannya sambung Sukamta, robot dengan artificial intelligence (AI), logika algoritma, otomatisasi, bisa “mandiri” tanpa kendali manusia lagi, maka akan lebih rumit dan repot lagi. Iapun mencontohkan kasus terbaru yang terjadi di bidang forex dan robot trading, ada kasus ‘kesalahan’ yang dibuat robot trading, sehingga para investor terkena margin call massal. Yang intinya, uang investor raib. ” Cara yang perlu dilakukan tentu dengan membatasi ruang gerak pasukan siber. Hal ini harus dibarengi dengan imunitas masyarakat. ” ujar Sukamta.
Ia berpendapat, bahwa literasi digital harus terus digalakkan terhadap masyarakat supaya bisa memilah mana konten yang positif, sehat, dan valid dengan konten yang negatif serta hoaks. Jika literasi digital masyarakat tinggi terangnya, tentu konten-konten disinformasi akan terminimalisasi karena kurang diminati. ” Pada akhirnya, jika kita melihat gambaran dan alur besarnya, bisa saja kehadiran pasukan siber tetap memberi dampak positif untuk demokrasi ke depannya. Kita belum tahu akhir dan ujung dari semua ini ‘kan, kita masih dalam proses. ” tegasnya.
Namun meski begitu, ia melihat sisi positif pasukan siber bisa sebagai pemantik dan agitator diskusi serta perdebatan, karena merupakan pendewasaan. Ia menilai, bila pada akhirnya, masyarakat akan sampai pada titik jenuh. Mereka tidak mau terlalu ribut-ribut di dunia maya sehingga akhirnya terbentuk sikap bijak dan saling menghargai. ” Kritis namun tetap konstruktif. Itu demokrasi sejati yang kita idamkan. ” pungkasnya.