Nusantara Satu Ekonomi Keuangan – Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RUU APBN 2023, disepakati oleh Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah dan Bank Indonesia, akan dibawa ke Sidang Paripurna DPR untuk disahkan. ” Berdasarkan pembahasan yang telah kita laksanakan bersama, apakah Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2023 dapat kita sepakati? Dan, sebelum penandatangan apakah dapat dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II? ” ucap Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam rapat kerja dengan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) di Jakarta.
Sementara itu pada kesempatan tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, bila pemerintah menyetujui kesepakatan yang telah diambil terkait RUU APBN Tahun Anggaran 2023, dari pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran DPR RI. ” Selanjutnya, atas keputusan yang telah diambil dalam pembicaraan tingkat I ini pemerintah sepakat untuk dapat diteruskan ke pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU tentang APBN Tahun Sepan di sidang paripurna DPR RI. ” ujar Sri Mulyani.
Harga Minyak Mentah Indonesia Diasumsikan 90 Dolar AS Per Barel Dalam RUU APBN 2023
Untuk diketahui, Banggar DPR dan pemerintah menyepakati pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 diasumsikan sebesar 5,3 persen, inflasi 3,6 persen, nilai tukar rupiah Rp14.800 per dolar AS, dan tingkat bunga surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun sebesar 7,90 persen. Kemudian, harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam RUU APBN diasumsikan senilai 90 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 660 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1,05 juta barel per hari.
Sedangkan untuk tingkat kemiskinan, ditarget sebesar 8,5 sampai 7,5 persen, lalu tingkat pengangguran terbuka 5,3 sampai 6,0 persen. Adapun untuk rasio gini, diproyeksikan sebesar 0,375-0,378, indeks pembangunan manusia 73,31 sampai 73,49, nilai tukar petani 105 sampai 107, dan nilai tukar nelayan 107 sampai 108. Selanjutnya, postur RUU APBN 2023 terdiri atas pendapatan negara sebesar Rp2.463,02 triliun, belanja negara Rp3.061,17 triliun, keseimbangan primer negatif Rp156,75 triliun, defisit anggaran Rp598,15 triliun atau 2,84 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), serta pembiayaan anggaran Rp598,15 triliun.