Indonesia, kata Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin, harus memulai transformasi ekonomi inklusif dari ekstraktif yang mengedepankan partisipasi, inovasi dan juga ekologi. Pernyataan itu dilontarkan Wapres saat menghadiri acara Peletakan Batu Pertama Kawasan Industri Nusantara Industri Sejati (NIS) di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
” Ekonomi dengan peningkatan nilai tambah saja tidaklah cukup. Indonesia membutuhkan lompatan produktivitas berbasis penguasaan ilmu pengetahuan dan inovasi, serta ramah lingkungan. Indonesia harus memulai transformasi dari ekonomi ekstraktif menuju ekonomi inklusif. ” ucap Wapres Amin.
Kemudian orang nomor dua di Indonesia tersebut menambahkan, bila Indonesia dikaruniai Tuhan dengan kekayaan sumber daya alam di setiap jengkal tanahnya. Adapun salah satunya merupakan komoditas dengan cadangan terbesar di dunia, yakni nikel. Merujuk pada data Kementerian ESDM, cadangan nikel Indonesia sebesar 72 juta ton atau mencapai 52 persen dari total cadangan nikel dunia pada tahun 2020. Itu artinya ungkap Wakil Presiden, Indonesia memegang peranan sangat penting dalam penyediaan bahan baku produk nikel dunia.
Meski begitu dirinya mengingatkan, jika Indonesia tidak bijak dalam mengurus kekayaan alam yang dimilikinya itu, maka berpotensi mengalami kemerosotan ekonomi. ” Lagi pula kekayaan bumi Indonesia tidak boleh dinikmati oleh generasi saat ini saja, tetapi juga harus membawa berkah bagi generasi mendatang. Dengan demikian upaya ekstraksi sumber daya alam tidak bisa dilakukan secara berlebihan, tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan. ” imbuh Ma’ruf Amin.

Wapres Amin: Indonesia Perlu Memulai Transformasi Ekonomi Inklusif Dari Ekonomi Ekstraktif
Lebih jauh mantan Ketua MUI tersebut menyampaikan, bahwa kebijakan hilirisasi sektor pertambangan yang menjadi fokus pemerintah saat ini, bertujuan mengintegrasikan sektor pertambangan dari hulu ke hilir. Untuk itu dirinya berharap, agar sektor ini memberikan nilai tambah yang maksimal dan kemanfaatan yang lebih besar bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu ia berpendapat, Indonesia perlu memulai transformasi ekonomi ekstraktif ke inklusif.
Transformasi ekonomi Korea Selatan terangnya, merupakan salah satu contoh yang paling sukses. Di Korea, strategi kebijakan inovasi yang mengandalkan industri berorientasi ekspor, didukung dengan sinergi riset dan pengembangan antara industri dan perguruan tinggi sebagai pencetak sumber daya manusia.
Kemudian Ma’ruf Amin megungkapkan, pada awal 1970-an, PDB per kapita Indonesia tercatat 80 dolar AS dan Korea Selatan sekitar 279 dolar AS. Akan tetapi, Korea Selatan yang bergerak di jalur ekonomi berbasis pengetahuan dan inovasi, PDB per kapitanya melesat hampir 8 kali Indonesia. ” Pada tahun 2020, Korea Selatan mencapai 31.489 dolar AS dan Indonesia hanya sekitar 3.869 dolar AS, justru Indonesia turun dari 4.135 dolar AS pada 2019. ” ujar Wapres Amin.
Dirinya juga merasa optimis, bila Indonesia konsisten mengembangkan ekonomi inklusif yang dipadukan dengan hilirisasi industri untuk pemenuhan pasar domestik maupun ekspor, maka kemanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan rakyat akan dapat terwujud. Apalagi. Hingga bulan April 2022 Kementerian Perindustrian mencatat ada 138 perusahaan kawasan industri yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Sumatra.
” Peningkatan jumlah dan luas lahan untuk kawasan industri ini patut diapresiasi. Sedangkan khusus untuk smelter, pemerintah telah menargetkan 53 fasilitas akan beroperasi hingga 2024. ” tegas Wapres Amin.