Perpres Nilai Ekonomi Karbon Sudah Sah

Syahrul Ibrahim

Updated on:

Nusantara Satu Berita Ekonomi – Disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, bila Presiden Joko Widodo sudah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (Wiki) yang mengatur kerangka kerja implementasi Nationally Determined Contribution (NDC) dan pasar karbon domestik. Pada keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Luhut menjelaskan, bahwa Indonesia mempertegas ambisi untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 mendatang atau lebih cepat. Adapun salah satu cara yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai komitmen itu, yakni dengan mengembangkan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) tersebut.

Indonesia Ada Dijalan yang Tepat Guna Capai Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

Ditambahkan oleh Luhut, jika Indonesia masih berada di jalur yang tepat untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), yakni 29 persen dengan upaya sendiri atau 41 persen dengan bantuan internasional di tahun 2030. Sedangkan strategi jangka panjang untuk pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim (Long-Term Strategies for Low Carbon and Climate Resilience 2050/LTS-LCR 2050), kata Luhut juga sudah dikeluarkan.

Melalui strategi ini sambung Menko Maritim dan Investasi, memungkinkan terjadinya pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia secara lebih tajam mulai tahun 2030 dan mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat. Sehingga berdasarkan perhitungan LTS-LCCR 2050, Indonesia sanggup mengurangi emisi sampai 50 persen dari kondisi business-as-usual (BAU), khususnya dengan dukungan internasional, ucap Luhut ketika mengisi High Level Session di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP26 yang berlangsung di Glasgow, Skotlandia.

Sementara itu menyangkut negosiasi COP26, salah satu yang menjadi perhatian Indonesia adalah masih belum rampungnya negosiasi Artikel 6 Paris Agreement. Yang menurut Luhut, bisa memudahkan negara berkembang dan sedang tumbuh seperti Indonesia guna memobilisasi pendanaan dalam pengendalian perubahan iklim.

Belum Selesainya Negosiasi Artikel 6 Paris, Memukul Harga Pasar Karbon

Dalam Artikel 6 Paris Agreement tersebut, mengatur Pendekatan Kooperatif (Cooperative Approaches) tentang penggunaan mekanisme pasar karbon dan non-pasar karbon untuk pencapaian NDC. Masih belum terselesaikannya negosiasi pada isu ini, memukul harga pasar karbon yang sesungguhnya bisa mendorong investasi dan inovasi global untuk pengembangan energi bersih terang Luhut.

Untuk itu, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dengan belum rampungnya negosiasi Artikel 6 Paris ini, yaitu dengan mengembangkan instrumen NiIai Ekonomi Karbon (carbon pricing) domestik yang mampu mendukung pencapaian NDC dan pembangunan rendah karbon. Instrumen berupa Perpres ini telah ditandatangani sebelum Presiden bertolak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G20 dan COP26. Diutarakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, betapa pentingnya pendanaan untuk mencapai komitmen iklim, diperlukan mekanisme pasar yang jelas dalam pemanfaatan karbon.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga telah menerbitkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan Tahap pertama (2015-2019) dan Tahap kedua (2021-2025) sebagai panduan untuk mempercepat penerapan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola di Indonesia. Dimana nantinya akan berfokus pada penciptaan ekosistem keuangan berkelanjutan secara komprehensif, dengan melibatkan seluruh pihak terkait dan mendorong pengembangan kerja sama dengan pihak lain. (Goodnews)

Tinggalkan komentar